MonitorRakyat – Penelusuran mendalam selama beberapa pekan mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pengelolaan ruko di kawasan Pasar Dargo, Semarang. Tim investigasi melakukan pengecekan dokumen, wawancara dengan para pedagang, dan observasi lapangan. Dari rangkaian temuan tersebut muncul dugaan adanya penyalahgunaan wewenang dalam proses distribusi dan pemanfaatan ruko.
Dugaan ini tidak bersumber dari satu peristiwa tunggal, melainkan dari informasi yang saling berkaitan, mulai dari ketidaktertiban administrasi hingga penempatan ruko yang tidak mengikuti antrean resmi.
Dokumen Pengajuan Tidak Sesuai Alur Resmi
Dalam penelusuran dokumen, tim memperoleh salinan beberapa berkas pengajuan ruko dari warga yang mendaftar pada 2023–2024. Dokumen tersebut menunjukkan pemohon telah melengkapi syarat administrasi, termasuk rekomendasi lingkungan dan identitas diri.
Namun, hingga investigasi berlangsung, sejumlah pemohon belum menerima kejelasan status pengajuan.
Sebaliknya, hasil pengecekan lapangan menunjukkan beberapa ruko telah ditempati oleh pihak yang tidak tercantum dalam daftar pemohon. Beberapa penghuni mengaku menerima kunci ruko langsung dari pengelola tanpa mengetahui apakah mereka tercatat dalam daftar tunggu. Sejumlah penghuni juga tidak dapat menunjukkan Surat Perjanjian Pemakaian Ruko (SPPR), dokumen yang seharusnya menjadi dasar pemanfaatan aset daerah.
Temuan tersebut menimbulkan indikasi:
* distribusi ruko tidak melalui mekanisme daftar tunggu,
* kurangnya transparansi mengenai ketersediaan ruko kosong,
* potensi pelanggaran prinsip keadilan dalam pengelolaan aset publik.
Penguasaan Banyak Ruko oleh Pihak Tertentu
Temuan signifikan lain adalah adanya penyewa besar yang menguasai lebih dari tiga ruko dalam satu blok. Sejumlah pedagang kecil menyebut penyewa ini sebagai “pemain lama” yang dianggap dekat dengan oknum pengelola pasar.
Upaya penelusuran dokumen untuk memastikan dasar administrasi kepemilikan beberapa ruko tersebut tidak membuahkan hasil. Hingga berita ini diterbitkan, tidak ditemukan dokumen resmi terkait mekanisme serah terima kunci maupun persetujuan dari dinas terkait.
Dua narasumber di lokasi berbeda mengaku pernah diminta memberikan “uang koordinasi” ketika menanyakan ketersediaan ruko, dengan jumlah antara Rp3 juta hingga belasan juta rupiah. Meski belum ada bukti fisik yang dapat dipublikasikan, kesaksian tersebut menunjukkan pola yang serupa.
Data Administrasi Tidak Tersedia untuk Publik
Tim juga mengajukan permintaan data kepada pengelola Pasar Dargo, meliputi:
* daftar pemohon ruko,
* daftar penyewa aktif,
* status ruko kosong,
* mekanisme resmi distribusi ruko.
Namun tidak ada dokumen yang diberikan. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, data tersebut tergolong informasi yang wajib tersedia setiap saat.
Minimnya transparansi membuat:
* verifikasi daftar tunggu tidak dapat dilakukan,
* prosedur pengelolaan tidak dapat ditelusuri,
* terbuka ruang bagi potensi penyimpangan.
Pola Dugaan Penyimpangan
Dari rangkaian temuan, muncul indikasi pola penyimpangan yang bersifat sistematis, antara lain:
1. Penyalahgunaan wewenang dalam distribusi ruko yang tidak mengikuti antrean resmi.
2. Ketidakpatuhan administratif, termasuk ruko yang ditempati tanpa dokumen sah.
3. Ketertutupan informasi terkait data pemohon dan penyewa.
4. Potensi kerugian pendapatan daerah akibat ruko tanpa dasar administrasi.
5. Indikasi perlakuan istimewa kepada pihak tertentu yang menguasai banyak ruko.
Semua temuan ini masih bersifat indikatif dan membutuhkan verifikasi lebih lanjut oleh pihak berwenang.
Potensi Sanksi Jika Dugaan Terbukti
Apabila dilakukan audit resmi oleh Inspektorat atau aparat penegak hukum (APH) dan dugaan tersebut terbukti, sejumlah konsekuensi dapat dijatuhkan, meliputi:
Sanksi Administratif
Sesuai PP 94/2021 tentang Disiplin ASN:
* teguran tertulis,
* penonaktifan,
* hingga pencopotan dari jabatan.
Sanksi Pidana
Jika terbukti ada pungutan atau penyalahgunaan wewenang, ketentuan yang berpotensi diterapkan antara lain:
* Pasal 12B UU Tipikor (gratifikasi),
* Pasal 12E (pemerasan),
* Pasal 3 (penyalahgunaan wewenang).
Ancaman hukumannya mulai dari pidana penjara hingga pengembalian kerugian negara.
Respons Pemerintah Daerah Dinantikan
Tim investigasi telah mencoba menghubungi Kepala Pasar Dargo, Dinas Perdagangan Kota Semarang, serta Inspektorat Kota Semarang. Hingga artikel ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi terkait temuan tersebut.
Sejumlah pedagang meminta pemerintah daerah untuk:
* melakukan audit total pengelolaan ruko,
* mempublikasikan daftar pemohon dan penyewa secara transparan,
* mengevaluasi sistem pengelolaan pasar.
Rangkaian temuan investigasi memperlihatkan bahwa persoalan pengelolaan ruko di Pasar Dargo bukan hanya soal administrasi yang tidak tertib, tetapi juga mengarah pada dugaan penyalahgunaan wewenang. Publik kini menunggu langkah pemerintah untuk memastikan pengelolaan aset publik berlangsung transparan, adil, dan bebas dari kepentingan tertentu.
