Pemenuhan Izin Operasional Optik di Semarang Disorot, Nama Optik B Riski Mengemuka

MonitorRakyat – Maraknya dugaan praktik operasional optik tanpa izin di Kota Semarang memicu kekhawatiran publik. Sejumlah pihak menilai Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang belum menunjukkan langkah penanganan yang tegas dalam menyikapi persoalan tersebut.

Seorang narasumber yang merupakan pengusaha optik dan telah lama berkecimpung di industri ini menyampaikan bahwa sejumlah optik diduga beroperasi tanpa izin resmi serta tidak memenuhi standar pelayanan kesehatan mata.

Menurut narasumber tersebut, keberadaan optik tak berizin berpotensi membahayakan keselamatan konsumen karena pemeriksaan mata yang tidak dilakukan oleh tenaga kompeten dapat menyebabkan kesalahan penentuan ukuran lensa.

Ia menjelaskan bahwa pemeriksaan mata harus dilakukan oleh tenaga Refraksionis Optisien (RO) yang memiliki kewenangan dan kompetensi sesuai regulasi. Jika pemeriksaan dilakukan oleh asisten yang tidak memiliki otoritas, kualitas pelayanan dinilai tidak memenuhi standar.

Salah satu optik yang menjadi sorotan dalam dugaan pelanggaran ini adalah Optik B Riski, yang diketahui memiliki banyak cabang di Kota Semarang maupun wilayah lain di Jawa Tengah. Diduga, sebagian cabang belum memiliki izin operasional sesuai ketentuan serta belum memenuhi kewajiban menempatkan RO sebagai penanggung jawab layanan.

Narasumber juga mempertanyakan apakah satu RO diperbolehkan membawahi banyak cabang sekaligus. Jika benar pada beberapa cabang Optik B Riski hanya ada asisten RO, maka hal itu dinilai tidak sejalan dengan aturan, mengingat asisten RO tidak memiliki kewenangan menetapkan ukuran atau merekomendasikan resep kacamata.

Selain dugaan terkait tenaga kesehatan, Optik B Riski juga diketahui memasarkan produk kesehatan mata secara daring. Menurut narasumber, praktik penjualan produk optik tanpa pemeriksaan langsung dinilai tidak direkomendasikan karena pemeriksaan mata harus melalui tahapan standar, antara lain:

1. Anamnesis
2. Uji visus
3. Pemeriksaan refraksi
4. Pemeriksaan distorsi
5. Pengukuran pupil distance
6. Penulisan ukuran lensa sesuai hasil pemeriksaan

Tanpa tahapan tersebut, hak pasien untuk memperoleh pelayanan kesehatan mata yang benar dapat terabaikan.

Narasumber menyebut laporan terkait dugaan pelanggaran sudah disampaikan kepada Dinkes Kota Semarang. Namun hingga kini ia mengaku belum melihat adanya tindakan konkret dari pemerintah daerah dalam menindaklanjuti laporan tersebut.

Hingga berita ini diterbitkan, Dinas Kesehatan Kota Semarang belum memberikan keterangan resmi. Publik berharap pemerintah daerah memperketat pengawasan operasional optik untuk menjaga keamanan dan kesehatan masyarakat.

Regulasi & Potensi Pasal Pelanggaran

Berdasarkan regulasi yang berlaku di Indonesia, dugaan pelanggaran yang mungkin terkait dalam kasus operasional optik tanpa izin meliputi:

1. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

* Pasal 190 ayat (1)

Setiap orang yang menjalankan fasilitas pelayanan kesehatan tanpa izin dapat dipidana penjara hingga 2 tahun atau denda hingga Rp200 juta.

* Pasal 198

Setiap tenaga kesehatan yang melakukan praktik tanpa izin dapat dipidana penjara hingga 1 tahun dan/atau denda hingga Rp100 juta.

2. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 41 Tahun 2015 tentang Pelayanan Refraksi Optik

Mengatur bahwa:

* Optik wajib menempatkan Refraksionis Optisien (RO) sebagai penanggung jawab.
* Asisten RO tidak memiliki kewenangan untuk menentukan atau menetapkan resep kacamata.

Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi administratif berupa:

* Teguran tertulis
* Pembekuan izin
* Pencabutan izin operasional

3. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

* Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, dan f

Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai standar, tidak memiliki izin, atau memberikan informasi menyesatkan kepada konsumen.

* Pasal 62 ayat (1)

Pelanggaran dapat dipidana penjara hingga 5 tahun atau denda hingga Rp2 miliar.

4. Penjualan Produk Kesehatan Tanpa Pemeriksaan

Penjualan lensa koreksi tanpa pemeriksaan sesuai standar dianggap melanggar:

* Etika pelayanan kesehatan
* Ketentuan Permenkes tentang pemeriksaan refraksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *