MonitorRakyat – SMP Negeri 3 Kota Semarang tengah menjadi sorotan setelah muncul keluhan dari sejumlah orang tua murid terkait dugaan praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan sekolah. Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa siswa kelas VII diminta membayar iuran sebesar Rp100.000 per siswa setiap bulan, dengan dalih kontribusi sukarela, namun nominal ditetapkan secara baku.
Keluhan kian menguat setelah para orang tua menyampaikan bahwa dana tersebut disebut untuk pembelian kebutuhan sekolah seperti cat tembok, karpet, hingga keset. “Dikatakan sukarela, tapi nominalnya sudah ditetapkan. Jika tidak membayar, kami merasa seperti dipaksa,” ungkap salah satu wali murid yang meminta namanya tidak dipublikasikan demi keamanan.
Berdasarkan keterangan orang tua, di SMP Negeri 3 Semarang terdapat 10 rombongan belajar (rumbel) kelas VII dengan rata-rata 33 siswa per kelas. Bila benar iuran berlangsung sekitar dua tahun, maka total nilai pungutan yang terhimpun disebut mencapai angka yang cukup besar — dan kini memicu pertanyaan publik mengenai transparansi serta dasar hukumnya.
Tidak hanya itu, dugaan pungutan lain disebut juga terjadi melalui penarikan biaya kegiatan studi tour sebesar Rp100.000 per siswa per minggu. Padahal, aturan sekolah negeri tegas melarang segala bentuk pungutan kepada peserta didik maupun wali murid tanpa dasar hukum yang jelas.
Ketika dikonfirmasi awak media, Kepala SMP Negeri 3 Semarang Drs. Mohamad Hadi Utomo, M.Pd menyatakan tidak mengetahui adanya pungutan tersebut. Pernyataan itu menuai reaksi sejumlah orang tua murid yang mempertanyakan pengawasan pimpinan sekolah. “Bagaimana mungkin pungutan yang berjalan lama di sekolah bisa tidak diketahui kepala sekolah?” ujar salah satu orang tua.
Kebijakan nasional juga menyebut bahwa kebutuhan operasional sekolah, termasuk sarana prasarana, seharusnya dapat dianggarkan melalui Dana BOS maupun sumber resmi lainnya. Kondisi ini membuat dugaan pungli semakin menjadi perhatian publik.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak SMP Negeri 3 Semarang belum mengeluarkan pernyataan resmi. Tim media masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak sekolah, komite sekolah, dan Dinas Pendidikan Kota Semarang untuk memperoleh klarifikasi dan memastikan apakah kebijakan penarikan dana sesuai regulasi pendidikan atau justru berpotensi melanggar hukum.
Apabila benar terbukti terdapat praktik pungutan liar di SMP Negeri 3 Semarang, maka pihak terkait berpotensi terjerat berbagai aturan berikut:
1. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah
* Komite sekolah dilarang melakukan pungutan yang bersifat memaksa, menetapkan nominal, atau menjadi syarat layanan pembelajaran.
2. Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan
* Sekolah negeri dilarang menarik pungutan dalam bentuk apa pun kepada peserta didik.
3. Pasal 12B Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 (Tindak Pidana Korupsi)
* Setiap pegawai negeri/penyelenggara negara yang menerima gratifikasi atau pungutan di luar ketentuan dapat dipidana hingga 20 tahun penjara.
4. UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001
* Pungutan liar dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi apabila menimbulkan kerugian negara.
