MonitorRakyat – Proyek pembangunan Gedung SD Negeri Batu 2 di Jalan Raya Semarang–Demak, Desa Batu, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak, kini menjadi sorotan tajam publik. Proyek yang dibiayai melalui Program Revitalisasi Satuan Pendidikan milik Direktorat Jenderal PAUD Dikdasmen Kemendikdasmen itu mengantongi anggaran Rp 895.774.000. Namun, di balik anggaran hampir Rp 900 juta tersebut, muncul sederet dugaan kejanggalan yang memantik pertanyaan serius tentang transparansi, mutu konstruksi, hingga tata kelola kegiatan.
Hasil pemantauan lapangan menunjukkan adanya indikasi penggunaan tulangan besi dengan diameter di bawah standar. Temuan ini diperkuat keterangan sejumlah pekerja yang meminta identitasnya dirahasiakan. Mereka menyebut ukuran besi yang dipasang “lebih kecil dari spesifikasi” yang lazim digunakan untuk bangunan sekolah.
Bila benar, praktik itu bukan hanya mengurangi umur bangunan, tetapi juga mengancam keselamatan siswa yang kelak menggunakan ruang tersebut. Standar konstruksi pendidikan seharusnya mengutamakan struktur kuat, material bersertifikat, dan pemasangan sesuai SNI sesuatu yang justru diragukan dalam proyek ini.
Penggunaan material di bawah spesifikasi membuka ruang bagi dugaan mark-down kualitas material atau penyimpangan teknis lainnya. Dalam proyek beranggaran hampir Rp 900 juta, ketidaksesuaian spesifikasi dapat menimbulkan potensi kerugian negara dan pelanggaran terhadap ketentuan penggunaan dana bantuan pemerintah.

Seorang warga sekitar mengaku heran melihat sejumlah material yang “terkesan tidak sebanding dengan nilai anggaran”. Meski belum ada verifikasi resmi, kekhawatiran publik terus menguat.
Secara mekanisme, proyek revitalisasi ini dilakukan melalui swakelola tipe III, di mana Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) berperan sebagai pelaksana utama.
Namun, temuan di lapangan memperlihatkan indikasi bahwa pekerjaan fisik justru dilaksanakan oleh pihak ketiga, bukan oleh panitia internal sekolah. Informasi dari sumber internal menyebutkan, pembentukan P2SP diduga hanya formalitas administrasi, sementara kendali lapangan berada pada eksternal.
Jika benar, praktik ini dapat melanggar regulasi bantuan pemerintah, karena sekolah seharusnya mengendalikan penuh proses belanja, pelaksanaan, hingga pengawasan mutu.
Warga juga menyoroti minimnya informasi publik terkait proyek ini. Di lokasi pembangunan, tidak tampak papan informasi yang memuat:
* spesifikasi teknis,
* jadwal kerja,
* nilai anggaran secara rinci,
* nama penanggung jawab kegiatan,
* maupun penyedia material.
Ketidakjelasan ini bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik, sekaligus mengurangi ruang kontrol sosial masyarakat.
Hingga artikel ini tayang, pihak sekolah maupun P2SP belum memberikan klarifikasi resmi meski telah dimintai keterangan. Sementara itu, masyarakat berharap lembaga pengawas seperti:
* Inspektorat Kabupaten Demak,
* Dinas Pendidikan Kabupaten Demak,
* APIP,
segera melakukan audit teknis dan administratif untuk memastikan tidak ada pelanggaran dalam pelaksanaan proyek.
Dengan anggaran Rp 895 juta lebih, publik menuntut agar pembangunan SD Negeri Batu 2 berlangsung secara profesional, transparan, dan sesuai standar keselamatan bangunan pendidikan.
Apabila dugaan penggunaan material di bawah standar hingga alih pekerjaan kepada pihak ketiga terbukti, maka kasus ini bukan sekadar persoalan administrasi melainkan persoalan keselamatan anak-anak yang akan belajar di gedung tersebut.
Transparansi, audit menyeluruh, dan penegakan aturan diperlukan agar proyek revitalisasi ini tidak berubah menjadi proyek sarat kecurigaan.
