Dugaan Pungli PTSL di Desa Kawengen, Ratusan Warga Dipungut Biaya di Atas Ketentuan

MonitorRakyat – Dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) mencuat di Desa Kawengen, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. Program pemerintah yang bertujuan mempermudah masyarakat memperoleh sertifikat tanah secara cepat, murah, dan transparan itu diduga menjadi ajang pungutan liar (pungli) dan praktik maladministrasi.

Informasi yang diterima media menyebutkan, sebagian warga Desa Kawengen menilai pelaksanaan program tersebut tidak sesuai ketentuan. Ratusan warga dari RW 1 hingga RW 5 disebut telah dipungut biaya Rp500.000 per bidang tanah. Warga mengaku menerima kwitansi dengan cap resmi panitia PTSL 2025 Desa Kawengen.

Sejumlah warga mempertanyakan besaran pungutan tersebut. Dalam beberapa kasus serupa di sejumlah wilayah, pungli dalam program PTSL sebelumnya terungkap dengan nominal lebih tinggi dari ketentuan pemerintah, sehingga praktik serupa di Kawengen ikut memantik perhatian publik.

Selain dugaan pungutan biaya di atas ketentuan, informasi yang dihimpun mengemukakan adanya beberapa indikasi penyimpangan lain. Di antaranya dugaan penyelewengan dana, manipulasi data tanah, penundaan penyerahan sertifikat untuk memperoleh imbalan tambahan, serta dugaan pendaftaran ulang tanah berstatus agunan.

Terkait pelaksanaan program, panitia PTSL Desa Kawengen disebut didominasi oleh perangkat desa. Ketua panitia, berdasarkan keterangan warga, dipegang oleh Sekretaris Desa. Padahal, ketentuan teknis mensyaratkan panitia dibentuk dari unsur kelompok masyarakat (Pokmas) untuk menghindari potensi konflik kepentingan.

Upaya konfirmasi dilakukan tim media pada pekan ini. Kepala Desa Kawengen, Marjani, tidak berada di kantor saat kunjungan pertama dilakukan. Sekretaris desa yang ditemui menjelaskan sebagian sertifikat telah selesai, sementara sisanya masih diproses di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan diperkirakan baru rampung hingga 2026.

Pada upaya konfirmasi lanjutan yang dilakukan di kediaman Kepala Desa Marjani pada Jumat, 5 Desember 2025, ia membenarkan adanya pungutan sebesar Rp500.000. Menurutnya, biaya tersebut telah disosialisasikan kepada masyarakat dan tidak memunculkan keberatan.

Marjani juga menyampaikan bahwa besaran biaya tersebut diketahui oleh berbagai pihak, termasuk Bupati, Kejaksaan Negeri, Polres, dan BPN dalam forum rapat bersama kepala desa se-Kabupaten Semarang.

Namun demikian, sorotan publik tidak hanya tertuju pada pungutan administrasi, tetapi juga tata kelola pelaksanaan program. Pengamat menyebutkan bahwa ketidaksesuaian susunan panitia dengan aturan yang berlaku dapat menimbulkan celah konflik kepentingan dan berdampak pada akuntabilitas program.

Jika terbukti, dugaan penyimpangan dalam program ini dapat mengarah pada ranah hukum. Sejumlah ketentuan pidana terkait pemalsuan dokumen, pungli, maladministrasi, dan penyalahgunaan kewenangan menjadi acuan penegakan hukum.

Masyarakat berharap aparat penegak hukum melakukan penyelidikan atas dugaan maladministrasi dan pungli dalam program PTSL di Desa Kawengen. Warga menilai pendalaman kasus diperlukan untuk menjaga kepercayaan publik dan memberikan kepastian hukum terkait hak atas tanah.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi lebih lanjut dari Kepala Desa Kawengen maupun panitia PTSL mengenai dugaan penyimpangan tersebut. Pemerintah daerah maupun instansi terkait juga belum mengeluarkan tanggapan resmi atas keluhan warga dan permintaan investigasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *