MonitorRakyat – Aktivitas galian yang dilakukan di kawasan Wisata Celosia, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, kini menjadi sorotan publik. Kegiatan yang disebut sebagai bagian dari pengembangan area Ecco Agro itu patut diduga belum mengantongi izin resmi dari instansi berwenang.
Informasi yang dihimpun tim media menyebutkan, aparat penegak hukum (APH) telah mendatangi lokasi untuk menelusuri dugaan pelanggaran tersebut. Dugaan ini semakin kuat setelah pihak pengelola mengakui bahwa perizinan masih dalam proses penyusunan dokumen lingkungan (DELH).
Kegiatan galian, meski diklaim untuk mendukung perluasan usaha wisata dan pengembangan agrowisata, tetap wajib memenuhi ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan ketentuan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan dapat dipidana dengan penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Pengembangan kawasan wisata memang dapat mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, peningkatan ekonomi tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan prosedur hukum dan aspek keberlanjutan lingkungan. Setiap aktivitas bisnis yang melibatkan perubahan fisik lahan, termasuk kegiatan galian, wajib melalui kajian dampak lingkungan serta izin resmi dari dinas terkait.
Pelanggaran sekecil apa pun terhadap aturan perizinan berpotensi menimbulkan dampak besar, baik bagi lingkungan sekitar maupun keuangan daerah. Ketika pelanggaran kecil diabaikan, penyusutan PAD dan kerusakan lingkungan menjadi risiko nyata yang harus ditanggung bersama.
Dengan demikian, dugaan pelanggaran perizinan yang dilakukan oleh pihak Wisata Celosia harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah dan aparat penegak hukum. Penegakan aturan bukan hanya bentuk sanksi, tetapi juga upaya menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
