MonitorRakyat – Proyek rehabilitasi irigasi Pamali Juwana di Desa Tlogorejo, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak, menuai sorotan publik setelah sejumlah dugaan pelanggaran teknis dan administratif mencuat di lapangan. Proyek bernilai sekitar Rp 44,6 miliar yang bersumber dari APBN tersebut didesain untuk memperkuat infrastruktur pertanian, namun pelaksanaannya dinilai menimbulkan masalah dan kerugian bagi masyarakat sekitar.
Pantauan tim media menunjukkan aktivitas kendaraan berat proyek menyebabkan kemacetan parah di sepanjang ruas jalan desa. Tidak ditemukan pengaturan lalu lintas maupun pemasangan rambu peringatan standar di lokasi pekerjaan.
“Setiap hari pasti macet. Jalan makin hancur, debu luar biasa. Ini proyek kok malah merugikan warga,” ujar salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Kondisi jalan yang sebelumnya dapat dilalui dua arah kini menyempit akibat pengerukan. Permukaan jalan yang rusak dan licin dikeluhkan banyak pengguna jalan, terutama warga yang bekerja di luar desa dan bergantung pada akses tersebut setiap hari.
Dugaan pelanggaran juga mencuat terkait pemanfaatan material galian. Kepala Desa Tlogorejo, saat dikonfirmasi, menyebut tanah hasil pengerukan dijual sekitar Rp 200 ribu per truk. Padahal, berdasarkan ketentuan pengelolaan material galian proyek pemerintah, material hasil galian tidak boleh diperjualbelikan dan lokasi pembuangan tidak boleh melebihi radius dua kilometer dari titik pekerjaan. Temuan ini memicu spekulasi adanya potensi keuntungan ekonomi yang tidak semestinya.
Indikasi penyimpangan teknis turut menjadi perhatian. Di lokasi proyek ditemukan penggunaan besi dengan ukuran dan mutu di bawah standar konstruksi sebagaimana tercantum dalam dokumen kontrak. Sejumlah sumber lapangan menyebut besi tersebut populer dengan istilah “besi kurus” atau “besi banci”.

Selain itu, publik juga menyoroti penempatan drum berisi solar di area proyek tanpa pengamanan memadai. Tidak ditemukan papan informasi atau dokumen izin terkait pengadaan bahan bakar yang dipajang secara terbuka. Saat dikonfirmasi, salah satu pekerja proyek hanya menyampaikan, “Semua izinnya ada,” namun permintaan untuk menunjukkan dokumen legalitas tidak dipenuhi hingga berita ini dibuat. Kondisi tersebut memunculkan dugaan penggunaan BBM tidak sesuai ketentuan, bahkan kemungkinan penggunaan BBM bersubsidi dalam proyek bernilai besar.
“Kalau memang legal, tunjukkan izinnya. Jangan hanya bilang ‘ada’ tapi tidak bisa membuktikan,” ungkap warga lainnya.
Dampak sosial proyek juga dirasakan warga di sekitar lokasi. Sejumlah masyarakat mengeluhkan gangguan layanan publik, mulai dari WiFi akibat kabel terputus hingga saluran air PDAM atau Pansimas bocor karena terkena alat berat.
“Air mati berhari-hari. Ini proyek atau masalah baru bagi masyarakat?” ujar seorang warga.
Di tengah sorotan publik, proyek rehabilitasi irigasi ini juga disorot karena tidak terlihat adanya papan informasi proyek di lapangan. Ketiadaan informasi mengenai nama perusahaan pelaksana, konsultan pengawas, nilai kontrak, hingga penanggung jawab teknis dianggap melanggar prinsip keterbukaan publik dan menyulitkan proses pengawasan masyarakat.
Proyek rehabilitasi irigasi Pamali Juwana pada dasarnya bertujuan meningkatkan ketersediaan air irigasi bagi pertanian. Namun, rangkaian temuan lapangan menunjukkan perlunya peninjauan ulang pelaksanaan proyek agar tidak menimbulkan persoalan yang merugikan publik.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak kontraktor, konsultan pengawas, maupun instansi terkait belum memberikan keterangan resmi mengenai dugaan penyimpangan maupun dampak sosial yang muncul selama proses pengerjaan.
