
MonitorRakyat — Aroma penyalahgunaan BBM bersubsidi kembali menyeruak di Kabupaten Kendal. Sebuah gudang di kawasan Kalijati, Desa Merbuh, Kecamatan Singorojo, diduga kuat menjadi markas penimbunan solar bersubsidi dalam jumlah besar. Aktivitas mencurigakan itu terungkap pada Rabu malam (21/10/2025), ketika awak media membuntuti truk colt diesel Fuso kuning bernomor polisi AB 8716 WB yang belakangan dicurigai menggunakan pelat nomor palsu.
Truk tersebut terlihat mondar-mandir ke sejumlah SPBU di wilayah Kendal dengan pola pengisian yang tak biasa. Solar dibeli berulang kali dalam volume besar, sebelum akhirnya kendaraan itu meluncur menuju sebuah gudang tertutup di Merbuh.
Ketika tiba di lokasi, tim menemukan puluhan kempu (tandon) berkapasitas sekitar 1 kiloliter, sebagian besar sudah penuh berisi solar. Pemandangan itu menjadi bukti nyata adanya aktivitas penyimpanan mencurigakan di balik tembok tinggi gudang tersebut.
Seorang penjaga yang enggan disebutkan namanya mengaku hanya diperintah untuk menjaga tempat itu. “Saya cuma disuruh jaga, yang punya saya tidak tahu namanya,” ujarnya singkat saat dikonfirmasi di lokasi.
Tak lama berselang, seorang pria berinisial DW datang dan mengaku sebagai koordinator lapangan (korlap) dari salah satu organisasi masyarakat (ormas) di wilayah Kendal. Ia tampak berupaya menenangkan situasi dan melarang dokumentasi lebih lanjut. Namun kehadiran DW justru memunculkan tanda tanya besar apa peran ormas dalam kegiatan yang jelas-jelas mencurigakan ini.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian maupun instansi terkait. Namun, fakta di lapangan sudah cukup membuat publik geram. Pasalnya, praktik semacam ini diduga sudah berlangsung lama dan membuat pasokan solar di SPBU sering kosong, terutama bagi nelayan dan pelaku usaha kecil.
“Kalau benar gudang itu menimbun solar bersubsidi, berarti ada permainan besar di baliknya. Aparat harus berani bongkar sampai ke akar!” ujar seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya.
Secara hukum, tindakan menimbun atau memperjualbelikan BBM bersubsidi tanpa izin merupakan pelanggaran berat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pelaku dapat dipidana hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp60 miliar.
Jika benar ada pemalsuan pelat nomor, jeratan hukum semakin berat Pasal 263 KUHP mengancam pelaku dengan hukuman penjara 6 tahun tambahan.
Kasus di Merbuh ini menambah panjang daftar praktik penyelewengan BBM bersubsidi di Jawa Tengah. Publik kini menunggu langkah tegas aparat penegak hukum apakah berani membuka jaringan di balik layar, atau kembali membiarkan permainan kotor ini berlalu tanpa ujung.
