Proyek Peningkatan Sarpras Olahraga di Kedungwaru Diduga Tidak Transparan, Warga Pertanyakan Penggunaan Anggaran

MonitorRakyat — Proyek pembangunan peningkatan sarana dan prasarana (sarpras) olahraga milik desa di Dusun Kedungwaru RW 02, Kabupaten Kebumen, menuai sorotan publik. Pekerjaan yang bersumber dari anggaran dana desa sebesar Rp49.220.000 tersebut diduga tidak berjalan secara transparan.

Sejumlah warga menilai terdapat indikasi ketidaksesuaian antara pelaporan dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, terutama terkait penggunaan material urugan tanah merah yang menjadi bagian dari kegiatan pembangunan lapangan olahraga sepak bola, voli, dan fasilitas pendukung masyarakat.

Berdasarkan informasi yang dihimpun tim media, proyek ini melibatkan pihak subkontraktor (subcon) dalam pelaksanaannya. Namun, muncul dugaan adanya penggelembungan volume material pada pekerjaan urugan tanah.

Dalam dokumen kegiatan, kebutuhan tanah urug tercatat sebanyak 100 kubik atau sekitar 14,2 rit dump truck (dam). Namun hasil pengecekan di lapangan menunjukkan bahwa material yang dikirim mencapai 17 rit. Tiga rit tambahan tersebut disebut sebagai “bantuan” dari penyedia material, bukan bagian dari anggaran resmi proyek.

Selain pekerjaan utama berupa urugan dan perataan lahan, proyek ini juga mencakup beberapa item pekerjaan lain, antara lain:

1. Sewa alat berat dozer selama tiga hari, termasuk biaya mobilisasi untuk perataan lapangan.

2. Bantuan material semen (PC) untuk lapangan badminton pemuda di Dukuh Karangmiri.

3. Administrasi Tim Pelaksana Kegiatan (TPK).

Tim media telah berupaya melakukan konfirmasi kepada SR, Kepala Dusun setempat, serta pihak kecamatan yang disebut sebagai penerima order material tanah merah. Namun hingga berita ini diterbitkan, pemerintah desa maupun TPK belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan ketidaksesuaian volume material dan laporan penggunaan anggaran tersebut.

Proyek yang sejatinya bertujuan untuk meningkatkan fasilitas olahraga desa dan mendorong aktivitas sosial warga, kini justru menimbulkan pertanyaan publik mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa.

Warga berharap pemerintah desa dapat memberikan klarifikasi terbuka dan menjelaskan secara rinci penggunaan anggaran agar pelaksanaan proyek tersebut dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan prinsip keterbukaan informasi publik dan tata kelola pemerintahan yang baik.

Apabila dugaan ketidaksesuaian penggunaan material dan pelaporan anggaran terbukti benar, maka hal ini berpotensi melanggar sejumlah ketentuan, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

* Pasal 24 huruf (a) dan (b): Pemerintahan desa wajib menyelenggarakan asas transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa.

* Pasal 26 ayat (4) huruf (f): Kepala Desa berkewajiban melaksanakan prinsip tata kelola pemerintahan desa yang baik.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa

* Pasal 2 ayat (1): Pengelolaan keuangan desa harus dilaksanakan secara transparan, akuntabel, partisipatif, serta tertib dan disiplin anggaran.

* Pasal 21 ayat (1): Setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah.

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)

* Pasal 3 huruf (a): Setiap badan publik wajib
menyediakan informasi mengenai kegiatan dan penggunaan anggaran secara terbuka kepada masyarakat.

4. Potensi Pelanggaran Tindak Pidana (jika terbukti ada unsur korupsi)

* Pasal 3 UU Nomor 31
Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan yang merugikan keuangan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *